Saat ini ada skenario menyelamatkan Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan terhadap
kitab suci umat Islam Al Quran.
“Tindak lanjut atas proses hukum ini sepertinya akan menemui jalan buntu
setelah melintasi jalan terjal dan berbatu,” Pimpinan Komisi Rumah
Amanah Rakyat Ferdinand Hutahaean kepada suaranasional, Selasa (11/10).
Ferdinand mencermati ada upaya yang sedang dirancang untuk menyelamatkan
Ahok dari jerat hukum pasal 156 KUHP. Yang pertama adalah masalah
barang bukti.
“Barang bukti asli rekaman video akan menjadi sangat menentukan. Rekaman
video asli bula tidak ditemukan, maka tentu rekaman video yang sudah
melalui proses penyuntingan akan dianggap tidak sah,” jelas Ferdinand.
Kata Ferdinand, kedua adalah keterangan Saksi Ahli. Kemungkinan penyidik
akan meneriksa saksi ahli dari Kementerian Agama dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
“Nah ini menjadi titik krusial karena apabila saksi ahli dari Kemenag
dan MUI bilang tidak ada penistaan atau pernyataan Ahok belum
dikategorikan penistaan agama, maka bubarlah itu semua laporan dan tidak
bisa ditindak lanjuti secara hukum,” papar Ferdinand.
Ferdinand meminta kepada semua pihak agar berdiri diatas kebenaran
semata. Penyidik, saksi ahli dan pelapor, semua harus berpijak pada
kebenaran hukum bukan pada persepsi yang sengaja dibangun untuk
menyelamatkan Ahok.
“Mari kita tegakkan hukum meskipun langit runtuh tanpa adanya intervensi
kekuasaan, tanpa adanya rekayasa hukum supaya rasa keadilan masyarakat
terpenuhi,” jelas Ferdinand.
Kata Ferdinand, negara harus mengawal proses hukum terhadap Ahok. Polri
adalah alat negara yang harus mengedepankan kepentingan bangsa dan
negara diatas kepentingan apapun, apalagi hanya kepentingan Ahok
semata,” jelas Ferdinand.
Menurut Ferdinand, ketika rasa keadilan masyarakat terusik dan tidak ada
lagi harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan dijalur normatif,
maka masyarakat pasti akan mencari keadilan dengan caranya
sendiri.