Hell Yeah Pointer 3

Saturday, August 25, 2012

0 BAGAIMANA KETIKA KITA LUPA AKAN NADZAR KITA...?

BAGAIMANA KETIKA KITA LUPA AKAN NADZAR KITA? - Ketika ada orang pernah bernadzar,
KALAU SAYA NANTI BERHASIL ...... SAYA AKAN ........

Dengan IJIN ALLAH apa yang dicita-citakan BERHASIL GEMILANG
Dengan Keterbatasan Daya Ingat MANUSIA sehingga LUPA akan NAZAR / NADAR yang diucapkan/dibatin
pada waktu akan berNAZAR terhadap sesuatu
Nazar adalah janji beribadah untuk Allah, dan bila telah diucapkan maka wajib dipenuhi.
Namun, perlu diketahui:
1. Membuat nazar adalah amalan yang dibenci karena dengan bernazar,
Anda hanya membuktikan bahwa Anda pelit kepada Allah. Betapa tidak,
        Anda seakan barter dengan Allah;
Anda menjadikan sedekah Anda sebagai imbalan atas terkabulnya doa/harapan Anda.

Karena itu, dahulu, Nabi melarang umatnya bernazar, dengan alasan, nazar itu tidak mendekatkan yang jauh dan juga tidak menjauhkan yang dekat. 

Yang terjadi, nazar itu bertepatan dengan takdir Allah.
Betapa banyak orang bernazar, dengan harapan agar doanya dikabulkan,
 namun ternyata tidak dikabulkan oleh Allah.

2. Bila sudah terlanjur bernazar maka nazar itu wajib dipenuhi.
Bila nazar tersebut tidak dipenuhi
maka orang yang bernazar wajib membayar KARAFAT berupa :
        * Memberi makan 10 orang miskin,
* Memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak.
Kalau tidak mampu, bisa diganti dengan Puasa tiga hari.

Dan lain kali tidak usah bernazar; cukup berdoa memohon kepada allah.

Hukum Nadzar Dalam Islam
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin mengatakan
[Fatawa Al-Mar'ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Jibrin] :

Secara syari’at, hukum nadzar itu adalah makruh. Dalam hal ini terdapat hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang melakukan nadzar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [ Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640)]

Dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa Allah tidak akan merubah sesuatupun dari apa yang telah Dia takdirkan akan tetapi hal itu adalah perbuatan orang bakhil, yang tidak mau berinfaq kecuali setelah memasang nadzar.

Bila nadzar tersebut berupa ibadah seperti shalat, puasa, sedekah atau I’tikaf, maka harus ditepati. Tetapi bila ia nadzar maksiat seperti membunuh, berzina, minum khamr atau merampas harta orang lain secara zhalim dan semisalnya maka tidak boleh menepatinya tetapi dia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan sebanyak sepuluh orang miskin dan seterusnya.

Bila nadzar tersebut sesuatu yang mubah (dibolehkan) seperti makan, minum, pakaian, bepergian, ucapan biasa dan semisalnya maka dia diberikan pilihan antara menepatinya atau membayar kafarat sumpah. Bila berupa nadzar melakukan ketaatan kepada Allah, maka dia harus mengalokasikannya kepada kaum miskin dan kaum lemah seperti makanan, meyembelih kambing atau semisalnya. Dan jika ia berupa amal shalih yang bersifat fisik atau materil seperti jihad, haji dan umrah, maka dia harus menepatinya. Bila dia mengkhususkannya untuk suatu pihak maka dia harus menyerahkannya kepada pihak yang telah dikhususkan tersebut seperti masjid, buku-buku atau proyek-proyek kebajikan dan tidak boleh mengalokasikannya kepada selain yang telah ditentukannya tersebut.

Kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan [Fatawa Al-Mar'ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin] :

Akan saya kemukakan mukadimah terlebih dahulu sebelum menjawab, yaitu bahwa tidak semestinya seseorang melakukan nadzar, sebab pada dasarnya hukum nadzar itu makruh ataupun diharamkan sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya di dalam sabdanya, “Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [ Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640)]

Maka, kebaikan yang anda perkirakan terjadi dari nadzar itu, bukanlah nadzar itu sebagai penyebabnya.

Oleh karena itu, anda wajib bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar disembuhkan dari sakit ini atau agar barang yang hilang ditemukan kembali. Sedangkan nadzar itu sendiri, ia tidaklah memiliki aspek apapun dalam hal ini. Banyak sekali orang-orang yang bernadzar tersebut, bila sudah mendapatkan apa yang dinadzarkan, kemudian bermalas-malasan untuk menepatinya bahkan barangkali tidak jadi melakukannya. Ini tentunya bahaya yang amat besar. Sebaiknya, dengarkanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut, “Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karuniaNya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih’. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan (juga) karena mereka selalu berdusta” [At-Taubah : 75-77]

Maka berdasarkan hal ini, tidak semestinya seorang mukmin melakukan nadzar.

Bila seseorang bernadzar sesuatu pada arah tertentu dan melihat bahwa yang selainnya lebih baik dan lebih diperkenankan Allah serta lebih berguna bagi para hambaNya, maka tidak apa-apa dia merubah arah nadzar tersebut ke arah yang lebih baik.

Dalilnya adalah hadits tentang seorang laki-laki yang datang ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar akan melakukan shalat di Baitul Maqdis bila kelak Allah menganugrahkan kemenangan kepadamu di dalam menaklukan Mekkah”. Maka beliau menjawab : “Shalatlah di sini saja”, kemudian orang tadi mengulangi lagi perkataannya, lalu dijawab oleh beliau, “Kalau begitu, itu menjadi urusanmu sendiri” [Hadits Riwayat Abu Daud di dalam kitab Al-Iman (3305)]

Hadits ini menunjukkan bahwa bila seseorang berpindah dari nadzarnya yang kurang utama kepada yang lebih utama, maka hal itu boleh hukumnya.

Sumber :
Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq

Post a Comment

Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.

Arsip Blog

 

Followers