
Pernahkah Anda mendengar berita Perang
Salib yang dilancarkan orang-orang Barat terhadap kaum Muslimin pada
abad-abad pertengahan? Telah Anda ketahui bagaimana kita menepati janji
sedang mereka berkhianat. Kita memaafkan mereka tapi mereka membalas
dendam.
Kita melindungi darah mereka tapi mereka
menumpahkan darah kita sambil menyanyi riang dan bergembira. Ketiak
tentara Salib dalam serangan kedua tiba di Maarratun Nu`man, mereka
mengepung kota itu sehingga penduduknya terpaksa menyerah setelah
meminta janji tegas dari para pemimpin serangan itu agar mereka
memelihara jiwa, harta dan kehormatannya. Namun begitu mereka memasuki
kota itu, ternyata mereka melakukan perbuatan-perbuatan sadis yang
membuat anak-anak kecil jadi beruban. Sebagian sejarawan Perancis ikut
serta dalam serangan itu memperkirakan jumlah mereka yang tewas
(laki-laki, wanita dan anak-anak) sekitar 100.000 orang! Setelah
berhasil merobohkan kota tersebut tentara Salib melanjutkan serangannya
ke Baitul Maqdis dan mengepung ketat penduduknya. Penduduk kota itu
melihat, mereka pasti kalah. Karena itulah mereka meminta perlindungan
atas jiwa dan hartanya kepada pangliam Tancard memberikan benderanya
kepada mereka yang kemudian mereka acungkan di atas Masjid Aqsa. Mereka
pun berlindung di sana dengan aman. Setelah itu tentara Salib memasuki
kota itu. Sungguh, betapa mengerikan pembantaian itu dan betapa keji
kejahatan yang dilakukan mereka.
Penduduk Al Quds berlindung ke Masjid Aqsha
yang diatasnya dikibarkan bendera keamanan pemberianpangliam Tancard.
Ketiak masjid itu sudah penuh dengan orang-orang, baik orang tua, wanita
dan anak- anak, mereka bantai habis-habisan seperti menjagal kambing.
Darah-darah muncrat mengalir di tempat ibadah itu hingga setinggi lutut
penunggang kuda. Kota menjadi bersih oleh penyembelihan penghuninya
secara tuntas. Jalan-jalan penuh dengan kepala-kepala yang hancur,
laki-laki yang putus dan tubuh-tubuh yang rusak. Para sejarawan kita
menyebutkan jumlah mereka yang dibantai di Masjid Aqsa sebanyak 70.000
orang. Diantara adalah sekelompok besar imam, ahli ibadah dan
orang-orang zuhud. Di samping itu juga terdapat banyak kaum wanita dan
anak-anak. Para sejarawan Perancis sendiri tidak mengingkari pembantaian
mengerikan itu, bahkan mereka kebanyakan membicarakannya dengan bangga!
Setelah berselang 90 tahun sejak
pembantaian itu, Salahuddin menaklukkan Baitul Maqdis. Lalu, apa yang ia
perbuat? Apakah menuntut balas atas kekejaman tentara Salib tersebut?
Sama sekali tidak! Ia sama sekali tidak menaruh dendam atas peristiwa
tragis pembantaian tersebut. Ia malah melindungi jiwa dan harta lebih
dari 100.000 orang Barat. Ia memberi ijin ke luar kepada mereka dengan
tembusan sejumlah kecil harta di bayarkan oleh mereka yang mampu dan
mereka diberi tempo untuk ke luar selama 40 hari. Salahuddin
mengeluarkan dari situ 84.000 orang untuk bergabung dengan
saudara-saudara mereka di Akka dan kota lainnya. Kemudian dia juga
membebaskan sejumlah besar orang-orang miskin tanpa tebusan. Saudara
Salahuddin, Al Malikul Adil malah membayarkan tebusan untuk 2.000 orang
laki-laki diantara mereka. Salahuddin memperlakukan kaum wanita dengan
cara yang tidak pernah dilakukan oleh raja paling maju yang memperoleh
kemenangan di jaman modern ini. Ketika Kepala Uskup Perancis ingin ke
luar, Salahuddin mengijinkannya ke luar dengan membawa seluruh harta
gereja, Masjid Aqsa, Masjid Shakhrakh, dan gereja Qiyamah yang jumlahnya
hanya diketahui oleh Allah semata. Sebagian pembantu Salahuddin
mengusulkan agar ia mengambil harta yang tak terhitung jumlahnya itu.
Namun Salahuddin berkata, Aku tidak mau berkhianat! Ia hanya mengambil
dari Kepala Uskup itu sejumlah harta seperti yang diambilnya setiap
orang yang ke luar.
Ada peristiwa yang menambah kecerlangan
tindakan kemanusiaan yang diperbuat Salahuddin. Ketika orang- orang
Barat hendak meninggalkan Al Quds untuk bergabung dengan
saudara-saudaranya, Salahuddin mengirimkan pengawal-pengawal untuk
mengantar dan melindungi mereka sampai ke tempat-tempat tentara Salib di
Tyr dan Shaida dengan aman, meskipun pada waktu itu kaum muslimin masih
dalam suasana perang dengan mereka! Dapatkah Anda mengendalikan urat
syaraf Anda mendengar hal semacam ini? Simaklah kisah lainnya di bawah
ini.
Banyak kaum wanita yang membayar jizyah
berkumpul dan pergi menghadap Sultan (Salahuddin). Mereka memohon
keringanan sambil mengatakan bahwa mereka adalah isteri-istri, ibu-ibu
atau puteri-puteri dari sebagian prajurit yang ditawan atau terbunuh.
Mereka tidak lagi mempunyai keluarga dan tempat tinggal. Ketika Sultan
melihat nereka menangis maka ia pun ikut menangis karena terharu dan
kasihan. Sultan lalu memerintahkan pasukannya umtuk mencari tawanan yang
menjadi suami-suami mereka. Kemudian ia membebaskan para tawanan yang
ditemukan dan mengembalikannya kepada para isterinya. Adapun
wanita-wanita yang kehilangan wali-wali mereka, Sultan memberinya harta
yang banyak yang membuat mereka selalu memujinya dimanapun mereka
berada. Sultan juga mengijinkan tawanan-tawanan yang di bebaskan untuk
pergi bersama anak-istrinya menuju saudara- saudaran mereka yang
berlindung di Tyr dan Akka. Padahal sementara itu, kuam fakir miskin
Barat yang meninggalkan Al Quds setelah ditaklukkan dan pergi menuju
Anthakia ternyata ditolak oleh penguasanya yang Kristen sehingga kaum
fakir Barat itu tak tentu arah sampai kaum muslimin menampung mereka.
Sebagian dari mereka pergi ke Tripoli yang berada di bawah kekuasaan
Latin, namun mereka ditolak, di usir bahkan dirampas barang-barangnya
(yang merupakan pemberian kaum muslimin).
Kisah Salahuddin bersama orang-orang Barat
dalam Perang Salib ini nyaris menyerupai dongeng, Andaikata bukan
orang-orang Barat sendiri yang tak henti- hentinya mengagumi keluhuran
pahlawan abadi dan ketinggian akhlaknya ini, niscaya terbuka lebar
peluang untuk menuduh para sejarawan kita berlebih-lebihan. Orang-orang
Barat sendiri menuturkan, ketika Salahuddin mendengar berita sekitar
Richard si Hati Singa (panglima terbesar dan terberani dalam ekspedisi
Salib), ia mengirimkan dokter pribadinya dengan membawa obat dan
buah-buahan yang tak mungkin didapatkan panglima Salib itu. Padahal ini
terjadi ketikaperang d antara kedua pasukan itu masih berkecamuk dan
tengah bertarung sengit. Orang-orang Barat jugalah yang menuturkan kisah
tentang seorang wanita Barat yang merebahkan dirinya di kemah Sultan
Salahuddin sambil menangis. Wanita Barat itu meratap dan mengadu
kepadanya bahwa dua orang prajuritnya menculik anaknya. Sultan turut
menangis dan segera mengirimkan orang-orangnya untuk mencari anak itu
hingga ditemukan. Setelah anaknya diserahkan, wanita itu dipulangkan ke
markasnya oleh Salahuddin dengan di kawal pasukannya dalam keadaan aman
dan tenang. Melihat fakta keluhuran pahlawan peradaban kita, bagaimana
pendapat orang setelah ini?
Ketika Sultan Muhammad Kedua menaklukkan
Konstantinopel, ia memasukki gereja Aya Sophia yang juga menjadi tempat
berlindung tokoh-tokoh gereja. Sultan menghadapi mereka dengan baik dan
menegaskan perlindungannya kepada mereka. Kemudian Sultan meminta mereka
yang ketakutan itu agar pulang ke rumah mereka dengan aman. Sultan juga
mengatur urusan-urusan orang-orang Kristen, membiarkan hak mereka
mengikuti gereja-gereja khususnya, membiarkan undang-undang keagamaan
mereka dan tradisi-tradisi yang berkaitan dengan hal- ihwal pribadi
mereka. Sultan juga membiarkan para pendeta memilih sendiri kepala
uskupnya (kemudian mereka memilih Genadius), dan Sultan juga
merayakannya dengan semangat kebesaran yang pernah dianut pada masa
kaisar-kaisar Byzantium. Sultan berkata kepada kepala uskup baru itu,
Jadilah Anda kepala uskup yang bersahabat dengan saya dalam setiap waktu
dan keadaan. Nikmatilah semua hak dan konsesiyang pernah dimiliki oleh
pendahulu-pendahulu anda! Kemudian Sultan menghadiakan kepadanya seekor
kuda yang bagus dan memberinya pula pengawal- pengawal khusus dari
inkisyariah (pengawal khusus Sultan). Juga menyertakan bersamanya
pejabat-pejabat negara menuju tempat yang di sediakan bginya. Sultan
lalu menegaskan pengakuannya terhadap undang- undang gereja ortodoks dan
meletakkannya di bawah pengayomannya. Semua peninggalan orang-orang
suci yang dirampas pada saat penaklukkan di kumpulkan, dibeli dan
diserahkan kepada gereja-gereja dan biara- biara.
Sultan Muhammad Al Fatih melakukan semua
itu tanpa persyaratan yang harus dipenuhi antara ia dengan orang-orang
Kristen di Konstantinopel ketiak penaklukan. Sultan hanya mendermakan
perlindungan dan pengayoman ini. Ini merupakan suatu hal yang membuat
mereka di kemudian hari merasakan bahwa berada dalam pengayoman negara
Islam yang baru mereka lebih banyak memperoleh keamanan, kedamaian dan
kebebasan beragama daripada di bawah kekuasaan pemerintahan Byzanitum
Para pemimpin dinasti Usmani memperlakukan
secara baik rakyat-rakyat Kristen di negara-negara tetangga yang
ditaklukkanya (seperti Yunani, Bulgaria, dan lain- lain). Ini merupakan
suatu perlakuan yang belum pernah dijumpai bandingannya di seluruh Eropa
saat itu. Bahkan, para pengikut Calvin di Hungaria dan Transilvania dan
para pengikut mazhab tauhid dari kalangan orang-orang Kristen yang
berada di Transilvania seringkali memilih tunduk kepada orang-orang
Turki daripada jatuh ke dalam kekuasaan keluarga Habsburg yang fanatik.
Warga Protestan di Sicillia pun memandang Turki dengan pandangan
simpati. Mereka berharap penuh kegembiraan dapat membeli kebebasan agama
dengan ketundukan terhadap pemerintahan Islam. Kaum muslimin
memperlakukan orang-orang Kristen yang berada di bawah kekuasaannya
dengan toleransi keagamaan yang mulia padahal di negeri-negeri Eropa
mereka selalu menderita karena tekanan-tekanan para penguasa mereka dan
karena fanatisme antara kelompok- kelompok keagamaan yang sering
mengalirkan darah serta menyebarkan fitnah dan ketakutan.
Simaklah apa yang dikatakan Kepala Uskup
Anthakia Makarius pada abad ke-17 tentang kekejian-kekejian yang
ditimpakan kaum Katholik Polandia terhadap saudara-saudara mereka yang
ortodoks. Ia berkata, Sesungguh, kami semua mencucurkan air mata dengan
deras untuk ribuan syuhada yang terbunuh dalam empat puluh atau lima
puluh tahun ini di tangan orang- orang Zindiq musuh-musuh agama kami
yang celaka itu. Jumlah mereka yang terbunuh sekitar 70.000 orang. Wahai
penghianat, wahai pendurhaka kotor, wahai hati yang membantu, apa
kesalahan para biarawati dan kaum wanita?! Apa dosa gadis-gadis,
bayi-bayi dan anak-anak kecil sehingga kalian membunuhnya? Saya menyebut
mereka orang-orang Polandia terkutuk karena mereka lebih bejat dan
brutal dari penyembah- penyembah berhala yang perusak. Mereka terlalu
kejam memperlakukan orang-orang Kristen. Mereka mengira dengan begitu
mereka bisa menghapus nama ortodoks. Semoga Allah mengekalkan negera
Turki sepanjangmasa. Mereka memungut jizyah yang mereka tetapkan tetapi
tidak mencampuri urusan agama-agama, baik kepada rakyatnya yang Kristen,
Yahudi atau Samiri. Orang-orang Polandia terkutuk itu tidak puas hanya
memungut pajak dari saudara-saudara Al Masih meskipun mereka sudah
mengabdi dengan senang hati. Bahkan mereka diletakkan di bawah kekuasaan
orang- orang Yahudi yang zalim. Padahal orang-orang Yahudi itu adalah
musuh-musuh Al Masih dan mereka tidak diijinkan melakukan apapun,
meskipun hanya membangun gereja dan tidak boleh ada pendeta pun dari
mereka yang mengajarkan rahasia-rahasia agamanya.
Ketika membicarakan penghormatan Sultan
Muhammad al Fatih terhadap gereja Aya Sophia dan hak-hak orang Kristen
di Konstantinopel, mau tak mau saya harus menuturkan apa yang diperbuat
tentara Salib (ketika datang dari Eropa) yang kemudian menguasai
Konstantinopel pada tahun 1204. Simaklah apa yang dikatakan paus Incent
Ketiga dalam menggambarkan perbuatan mereka terhadapa saudara-saudara
mereka yang ortodoks. Paus Incet berkata, Para pengikut Al Masih dan
penolong agamanya yang seharusnya menghunus pedang melawan musuh
terbesar agama Kristen (yakni Islam), malah menumpahkan darah haram
Kristen dan berenang dalam lautannya. Mereka tidak menghormati agama,
umur dan kaum wanita sehingga mereka berani berbuat zina di siang
bolong. Biarawati-biarawati, gadis-gadis dan ibu-ibu diserahkan kepada
kebuasan tentara-tentara. Mereka tidak puas hanya dengan merampas
harta-benda kaisar dan barang-barang rakyat tapi mereka juga telah
menjamahtanah dan kekayaan gereja-gereja. Tidak di situ saja. Mereka
juga menodai kesucian gereja, menjarah benda- benda, salib-salib dan
peninggalan-peninggalannya, di samping peninggalan-peninggalan
orang-orang suci.
Simaklah pula apa yang dikatakan sejarawan
Charles Diehl. Katanya, Tentara-tentara yang mabuk memasukki gereja
Santa Sophia. Mereka merusak kitab- kitab suci dan menginjak-injak
lukisan para martir (syuhada). Sementara di kursi kepala Uskup duduk
seorang pelacur sambil menyanyi dengan suara keras. Karya-karya seni di
kota itu dimusnahkan dan patung- patung diluluhkan untuk ditempa menjadi
uang. Salah seorang pendeta yang menyaksikan peristiwa menyedihkan ini
mengaku dan berkata, Pengikut- pengikut Muhammad tidak akan
memperlakukan ini seperti diperbuat oleh tentara-tentara Al Masih.
Memang tokoh-tokoh peradaban kita melakukan hal semacam itu ketika
menaklukkan kota tersebut. Hal ini dapat Anda lihat dari tindakan Sultan
Muhammad al Fatih. Tidak ada di antara mereka yang hanyut dalam
fanatisme keagamaan yang buruk yang tampak pada kaum Kattholik terhadap
saudara-saudara mereka yang ortodoks.
Saya tidak ingin berpanjang lebar dalam
membandingkan antara moral, perlakuan baik, kasih- sayang dan tenggang
rasa pera penakluk muslim terhadap pihak yang dikalahkan dengan apa yang
diperbuat orang-orang Spanyol ketika menguasai Granada (kerajaan Islam
terakhir di Andalus). Ketika meguasai Granada, pihak Spanyol memberikan
lebih dari 60 janji kepada kaum muslimin. Mereka berjanjiakan
menghormati agama, masjid-masjid, harta benda dan kehormatan kita tetapi
ternyata tak sebuah janji pun ditepati, tak sebuah jaminan pun yang
dipenuhi. Mereka bahkan tak segan-segan menumpahkan darah dan menjarah
harta kaum muslimin habis-habisan. Begitu lewat 32 tahun sejak jatuhnya
Granada, Paus mengeluarkan perintahnya (tahun 1524) agar seluruh masjid
di Spanyol diubah menjadi gereja-gereja, dan tak lebih dari empat tahun
kemudian, tak seorang muslim pun yang masih tersisa di Spanyol. Inilah
cara mereka memenuhi janji. Sama sekali bertolak belakang dengan cara
kita. Yang lebih mengherankan lagi, kebengisan dan pelanggaran janji
mereka juga terjadi antara sebagian mereka terhadap sebagian lainnya,
yang tidak lebih ringan dibanding sikap mereka terhadap kita. Setiap
negeri yang berhasil ditaklukkannya, baik di Barat maupun Timur, mereka
amat bengis, kejam dan sadis. Mereka berlaku sangat kejam terhadap
setiap orang lemah yang dikalahkannya, baik muslim maupun orang Nasrani
sendiri, dan justru mereka sendiri yang berbicara tentang kebengisannya
itu. Pendeta Edward Willy, salah seorang pendeta Santa Dennis yang
bekerja sebagai pendeta pribadi Lousi VII yang menyertai raja itu dalam
ekspedisi Salib kedua, menulis tentang sebagian kesaksiannya. Inila
cuplikan tulisannya:
Ketika tentara Salib berusaha menempuh
jalan darat melalui Asia kecil menuju Baitul Maqdis, mereka menderita
kekalahan besar di tangan Turki di jalan lintas Frigia (daerah
pegunungan) pada tahun 1148 dan akhirnya dengan susah-payah mereka
sampai di kota Italia, di daerah pantai. Di sini semua orang yang mampu
harus memenuhi tuntutan-tuntutan besar yang di terapkan kepada mereka
oleh pedagang-pedagang Yunani dan Abhar hingga Anthakia. Di belakang
mereka meninggalkan orang-orang sakit, luka-luka dan para peziarah di
bawah belas kasihan para penghianat dari sekutu-sekutu mereka,
orang-orang Yunani. Orang-orang Yunani itu memungut 500 Mark dari Louis
sebagai syarat untuk membantu para peziarah dengan kekuatan pengawal.
Mereka juga mengatakan akan menjaga orang-orang sakit hingga sehat
kembali sampai bisa di antar pergi bergabung dengan teman- temannya.
Tetapi, begitu pasukan Salib meninggalkan tempat itu, orang-orang Yunani
itu memberitahu kepada Turki tentang tempat istirahat para peziarah
yang tak bersenjata itu. Orang-orang Yunani sendiri hanya diam yang
mengawasi segala yang menimpa orang-orang sengsara itu yang ditimpah
kelaparan, penyakit dan panah-panah musuh sehingga menimbulkan becana
dan kehancuran mereka. Sebuah kelompok yang terdiri dari 3000-4000 orang
berusaha melarikan diri karena putus asa. Namun orang-orang Turki yang
telah mencapai markas tempat peristirahatan mereka menyerang, mengepung
dan mencerai-beraikannya hingga tercapailah kemenangan di pihak Turki.
Orang-orang yang selamat dari bencana itu nyaris mencapai puncak
keputusasaan andaikata kesengsaraan mereka tidak meluluhkan hati kaum
muslimin. Melihat penderitaan mereka, kaum muslimin dengan rasa
belas-kasih segera merawat mereka yang tengah sakit dan kelaparan. Kaum
muslimin mencurahkan pemberian kepada mereka dengan penuh kedermawaan,
bahkan sebagian dari mereka (kaum muslimin) sampai membeli mata uang
Perancis yang dirampas orang-orang Yunani dari para peziarah. Uangitu
kemudian mereka dermakan kepada orang-orang yang tidak mampu. Hal ini
berbeda sekali dengan perlakuan yang diterima mereka ( para peziarah)
dari saudara-saudara mereka seagama begitu bengisnya terhadap mereka.
Mereka di suruh melakukan kerja paksa dan harta mereka yang sedikit
itupun dirampas. Melihat sikap welas-asih kaum muslimin maka banyak di
antara mereka yang memeluk agama Islam (agama para penyelamat mereka).
Mereka memeluk Islam baru nya itu dengan suka rela, sebagaimana yang di
katakan sejarawan klasik: Mereka berpaling dari saudara- saudaranya yang
sangat kejam dan mereka memperoleh keamanan di tengah-tengah kaum kafir
(yakni kaum muslimin) yang sangat mengasihi mereka . Telah sampai
kepada kami berita yang mengabarkan bahwa lebih dari 3000 orang (setelah
mereka mundur) bergabung dengan barisan Turki. Betapa menyedihkan! ini
kasih sayang yang lebih kejam dari penghianatan. Mereka diberi roti
tetapi aqidahnya dirampok. Walaupun yang dipaksa meninggalkan agamanya
namun pelayanan-pelayanan yang diberikan kepada mereka sudah cukup untuk
memblotkan hatinya.
Inilah akhlak orang-orang Barat kolonial
kedua dalam perang dunia dan inilah pula bekas-bekas kekejaman mereka di
dalamnya. Hal ini merupakan fakta nyata akhlak mereka di Timur Arab dan
Islam, yang berbicara sejauh mana kekejaman yang menjadi sifat hati
mereka dalam peperangan dan pemerintahan mereka. Dari pemaparan di atas
kita bisa melihat sejauh mana kemunafikan yang di capai mereka ketika
memproklamasikan kemanusiaan dan kasih-sayang dalam forum-forum
internasional padahal dalampeperangan, di daerah jajahan dan
negeri-negeri yang ditaklukkannya mereka malah menampakkan kebuasan dan
keganasan.
Jika sebagian orang megemukakan alasan
mengenai kekejian orang-orang Barat pada abad-abad pertengahan dengan
berdalih karena pada waktu itu mereka belum terdidik oleh peradaban,
lantas mengapa setelah mereka belum menjadi pemilik peradaban dan
menjadi guru-guru dunia dalam ilmu, seni dan penemuan masih tetap
begitu? Menurut kami masalah ini adalah masalah watak asli yang
mengalahkan segala kepura-puraan. Orang-orang Barat tetap membawa
karakter khas mereka ketika masih menjadi suku-suku liar penyembah
berhala. Karakter ini di abad-abad pertengahan bersembunyi di balik
agama yang di jadikan kedok kebuasan mereka, dan sekarang ia bersembunyi
di balik peradaban. Ia menjadikan kedamaian dan pendidikan sebagai
kedok kebingasanya. Begitulah mereka di sepanjang masa. Mereka adalah
penyebar kerusakan, penumpah darah, budak kekerasan dan hewan-hewan liar
kefanatikan. Maka, bagaimana bisa terbukti pembicaraan mereka tentang
kebingasan kita dalam penaklukkan- penaklukkan dan kasih-sayang mereka
dalam penjajahan.
Post a Comment
Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.