indoking.net – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa
Timur, berdasarkan fatwa yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyatakan tidak disunnahkan shalat sunah
khusuf untuk gerhana bulan penumbra, yang terjadi
pada 23 Maret 2016. Berikut ini adalah hujjah (argumen) ringkas himbauan tersebut, yang dirangkum dari fatwa MTT dan beberapa ahli fiqih Muhammadiyah Jatim.
Tentang hukum shalat khusuf atau tidaknya saat Gerhana Bulan Penumbra
(GBP), tentu harus berangkat dari pengenalan terhadap fenomena alam
ini. Secara umum, gerhana bulan terjadi pada saat oposisi/istikbal
(kebalikan ijtimak), yakni saat bulan purnama. Saat itu bumi berada di
antara matahari dan bulan. Tetapi tidak setiap saat oposisi (istikbal)
terjadi gerhana bulan, karena saat itu bumi tidak selalu persis berada
pada garis lurus antara “titik pusat bulan” dan “titik pusat matahari”.
Hanya saja jika menyentuh garis lurus itu terjadi gerhana.
Gerhana bulan terjadi saat bulan masuk dalam bayang-bayang bumi.
Karena bola bumi lebih besar dari bola bulan, maka dimungkinkan seluruh
bodi bulan masuk dalam bayang-bayang pekat bumi (umbra) sehingga terjadi
gerhana bulan total yang teramati dari seluruh muka bumi. Inilah yang
disebut dengan gerhana bulan total.
Namun, bisa juga terjadi hanya sebagian bodi bulan yang masuk dalam
bayangan pekat bumi (umbra), sehingga terjadi gerhana bulan sebagian.
Dalam kasus ini, piringan bulan terlihat dari muka bumi tidak utuh bulat
karena sebagiannya tertutup bayangan gelap bumi.
Bahkan bisa juga bodi bulan tidak masuk sama sekali dalam
bayang-bayang pekat bumi (umbra), melainkan hanya masuk seluruhnya dalam
bayang-bayang semu bumi (penumbra), dan inilah yang dinamakan GBP.
Dalam kasus ini, terlihat dari bumi tidak ada bagian piringan bulan yang
tertutup oleh bayang-bayang gelap bumi (umbra). Bisa juga terjadi bahwa
bodi bulan hanya sebagian saja yang masuk dalam bayang-bayang semu bumi
(penumbra) sehingga disebut gerhana bulan penumbra sebagian.
Dalam kasus gerhana penumbra, piringan bulan tampak utuh dan bulat,
dan tidak tampak terpotong. Hanya saja cahaya bulan sedikit redup dan
terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana. Tidak ada
bagian piringan bulan yang tertutup yang membuatnya tampak tidak
utuh.”GBP adalah sinar matahari yang lewat di atas atau bawah bulan yang
sampai ke bumi,” begitu jelas anggota MTT PWM Jatim, A. Mukarram, MAg,
tentang pengertian sederhana GBP.
Untuk mudahnya bisa dilihat dalam peragaan di bawah ini:
Keterangan:
1: matahari
2: bumi
3: lintasan bumi mengelilingi matahari
4: lintasan bulan mengelilingi bumi
5: umbra (bayang-bayang pekat bumi)
6: penumbra (bayang-bayang semu bumi)
7-10: bulan mengelilingi bumi
7: gerhana bulan penumbra
8: gerhana bulan total
9: gerhana bulan sebagian
10: gerhana bulan penumbra sebagian
Perlu dicatat, ketika perjalanannya mengelilingi bumi saat gerhana,
bulan tidak selalu melintasi bayang-bayang pekat bumi (umbra), melainkan
bisa saja hanya lewat di sampingnya dalam bayang-bayang semu bumi
(penumbra). Dalam kasus ini tidak terjadi gerhana umbra, baik sebagian
maupun total. Yang terjadi hanya GBP, sebagaimana yang terjadi pada 23
Maret 2016 dan 16 September 2016 mendatang.
Ilustrasi mudahnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1: “GBP Total” karena keseluruhan bulan masuk dalam penumbra
2: “Gerhana Bulan Total” karena keseluruhan bulan masuk dalam umbra
3: “Gerhana Bulan Sebagian” karena hanya sebagian bulan yang masuk dalam umbra
4: “GBP Sebagian” karena hanya sebagian bulan yang masuk dalam penumbra
Mengapa Tidak Disunnahkan Shalat Khusuf?
Salah satu tuntunan terkenal dari Nabi Muhammad saw tentang shalat gerhana, baik matahari maupun bulan, adalah sebagai berikut:
Menurut hadits ini, apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilakukan shalat gerhana. Kata “melihat” dalam hadits di atas tidak diartikan melihat secara fisik, tetapi dimaknai mengalami. Jadi walaupun kita tidak melihat gerhana itu secara fisik karena saat itu hujan lebat misalnya atau keadaan langit berawan tebal yang menghalangi terlihatnya gerhana, saat itu tetap disunatkan shalat gerhana karena kita sedang mengalaminya, meskipun tidak melihatnya secara fisik lantaran tertutup awan tebal.
Pertanyaannya, lantas bagaimana hukum shalat khusuf dalam kasus GBP? Untuk itu, MTT PP Muhammadiyah lebih menekankan pada penyelidikan makna kata “khusuf” dan “kusuf” yang digunakan untuk menyebut gerhana dalam hadits. Perlu ditegaskan bahwa dalam fikih istilah gerhana matahari disebut kusūf dan gerhana bulan disebut khusūf. Namun dalam hadits tidak ada pengkhususan seperti itu.
Kata “khusuuf” yang digunakan dalam kasus gerhana bulan, secara keseluruhan mengandung makna terbenam, hilang, berkurang, membolongi, menyobek. Khusuf berarti piringan bulan hilang terbenam dalam umbra atau hilang sebagian sehingga tampak piringannya seperti terpotong dan tidak utuh karena sebagiannya masuk dalam umbra bumi. Adapun kata “kusuuf” yang digunakan untuk kasus gerhana matahari berarti menutupi, memotong, atau suram, muram atau berubah warna muka.
MTT PP Muhammadiyah lantas menyimpulkan bahwa gerhana yang dalam hadits disebut dengan khusuuf atau kusuuf berarti bahwa piringan matahari atau bulan terbenam dan hilang atau terpotong/ompong dan tampak tidak utuh. Dalam kasus gerhana bulan, ia terjadi ketika piringan bulan tampak hilang atau terpotong atau ompong dan tidak utuh karena masuk dalam umbra. Jika tidak masuk ke dalam umbra, tetapi hanya masuk dalam penumbra, piringan bulan akan tetap tampak utuh (bulat) dan tidak ada bagiannya yang tampak terpotong.
Berangkat dari analisis semantik “khusuuf” dan “kusuuf” itu, MTT PP Muhammadiyah berpendapat bahwa shalat gerhana bulan dilakukan apabila terjadi gerhana di mana piringan dua benda langit tampak berkurang atau tidak utuh atau hilang seluruhnya. Sementara dalam kasus GBP, piringan bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup. Sehingga tidak disunatkan melakukan shalat gerhana bulan.
“Gerhana bulan yang dibicarakan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad saw hanyalah gerhana bulan yang umbra, baik total maupun sebagian,” jelas Wakil Ketua PWM Jatim bidang Tarjih, DR Syamsuddin. Karena itu, meski GBP dalam ilmu astronomi bisa saja disebut gerhana, tapi ia bukan gerhana yang dimaksud dalam diskursus fiqih maupun hadits Nabi yang menganjurkan untuk menyelenggarakan shalat khusuf.
Wallahu a’lam bi al-Shawab.