
Diantara ‘ulama yang menolak perayaan ulang tahun adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Suatu ketika beliau pernah ditanya, “Bagaimana hukum merayakan ulang tahun anak?”
Beliau menjawab, bahwa perayaan ulang tahun anak tidak dapat lepas dari
dua hal; dianggap sebagai ibadah atau hanya sekedar adat kebiasaan
saja. Jika dimaksudkan sebagai ibadah, hal itu termasuk bid’ah dalam
agama Alloh. Padahal amalan bid’ah itu sendiri telah divonis sesat oleh
Rasululloh dalam sabda beliau, “Jauhilah perkara-perkara baru (dalam soal agama), karena semua yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” [HR. Tirmidzi dan Abu Dawud]
Namun, jika ulang tahun itu dianggap sebagai tradisi saja, hal itu mengandung dua sisi larangan. Pertama,
menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan
merupakan hari raya Islam. Tindakan ini berarti suatu kelancangan
terhadap Alloh dan dan Rasul-Nya karena kita menetapkannya sebagai hari
raya dalam Islam, padahal Alloh dan Rasul-Nya tidak pernah menjadikannya
sebagai hari raya.
Kedua, adanya unsur tasyabbuh
(menyerupai) dengan musuh-musuh Alloh. Budaya ini bukan merupakan
budaya umat Islam, namun warisan dari non-Muslim. Rasululloh bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Sebagian ‘ulama juga ada yang membolehkan, diantaranya Salman al-Audah, seorang ‘ulama terkemuka di Arab Saudi. “Dibolehkan
untuk merayakan hari kelahiran seseorang atau merayakan
peristiwa-peristiwa yang membahagiakan, seperti ulang tahun perkawinan.
Akan tetapi syaratnya, tidak usah mengadakan pesta dan makan besar atau
dalam bahasa Arab disebut ‘id. Dibolehkan juga memberikan karangan bunga
kepada teman-teman atau kerabat.”
Demikian kata Salman al-Audah dalam sebuah acara di
MBC, salah satu stasiun televisi populer di Arab Saudi. Lebih jauh ia
menambahkan, “Ini bukan perayaan hari keagamaan, hanya perayaan biasa dengan teman-teman. Jadi, tidak ada yang salah dengan itu semua.”
‘Ulama Arab Saudi lain yang sependapat dengan
pendapat Salman al-Audah adalah mantan rektor Fakultas Syariah
Universitas Islam Imam Muhammad, Dr. Saud al-Fanissan. Ia menandaskan,
perayaan ulang tahun tidak jadi masalah asalkan pelaksanaannya tidak
meniru budaya barat, misalnya dengan menyalakan lilin dan meniupnya.
Meniup lilin dalam pesta ulang tahun tidak bisa diterima karena meniru
budaya barat. Akan tetapi, jika di dalamnya tidak diisi ritual-ritual
semacam tiup lilin dan sejenisnya, hal itu boleh-boleh saja. Selain itu,
umat Islam boleh membuat acara syukuran saat kelulusan sekolah, saat
sembuh dari sakit, dan acara-acara lain yang serupa. Ia menyatakan
setuju dengan pendapat al-Audah untuk tidak menggunakan kata ‘id
(bahasa Arab yang artinya perayaan) untuk perayaan-perayaan semacam
itu. Sebab, dalam Islam hanya ada dua perayaan, yaitu hari raya ‘Idul
Fitri dan hari raya ‘Idul Adha.
Pernyataan al-Audah tadi langsung menimbulkan
kecaman dari otoritas keagamaan Arab Saudi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu
Shaikh. ‘Abdul ‘Aziz menyatakan, Islam tidak punya tempat untuk perayaan
semacam itu. Ia juga mengeluarkan daftar seluruh kebiasaan asing yang
menurutnya tidak patut kita tiru. Orang Kristen punya hari Ibu, pesta
untuk pohon, dan setiap kesempatan berpesta. Demikian tandas ‘Abdul
‘Aziz kepada surat kabar al-Madina.
Memang benar, sebagian masyarakat Barat melakukan
perayaan ulang tahun kelahiran dan mengucapkan selamat ulang tahun,
tetapi apakah hal itu identik dengan agama dan ajaran ritual mereka?
Menurut sebagian ‘ulama yang membolehkan hal ini,
perayaan dan ucapan itu tidak terkait dengan ritual ibadah sebuah agama,
tapi hanya budaya sebuah masyarakat. Dan pada prinsipnya, Islam tidak
melarang sebuah kebiasaan manakala memang tidak secara langsung ada
larangan untuk melakukannya atau bertentangan dengan syariat Islam.
Walhasil, wallahu a’lam, meskipun tidak ada
larangan dari ayat al-Qur`an atau hadits yang secara detail mengharamkan
seseorang mengadakan ulang tahun atau mengucapkan selamat ulang tahun,
kita dengan bijak bisa membuat perbandingan. Mencoba mensyiarkan hal-hal
yang secara syar’i memang punya nilai dakwah dan keislaman. Sementara
itu, hal yang tidak ada nilai keislamannya, seperti acara ulang tahun
atau ucapan ulang tahun, rasanya kita tidak perlu bersusah payah untuk
menghidupkannya.
Sumber:
Mu’is, F., dan M. Suhadi. 2010. Syukuran Ulang Tahun. Dalam: Hari Ini Saya Ceramah Apa? Ashriyah, I. ed. Bandung: MQS Publishing. pp. 31-36
Post a Comment
Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.