Merupakan kewajiban bagi setiap muslim adalah beriman terhadap setiap hadits yang telah shahih dari Nabi, karena pada hakekatnya hadits juga merupakan wahyu dari Allah. Allah berfirman,yang artinya:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS. An-Najm: 3-4)
Imam Ibnu Qudamah berkata:
“Kita harus beriman terhadap setiap apa yang diinformasikan oleh Nabi dan shahih penukilan tersebut, baik dijangkau oleh akal kita maupun tidak, kita harus percaya bahwa bahwa itu benar adanya sekalipun kita tidak mengetahui hakekatnya seperti hadits tentang Isra’ Mi’raj yang terjadi saat sadar bukan dalam tidur, karena kaum kuffar Quraish mengingkarinya sedangkan mereka tidak mengingkari mimpi. Demikian pula hadits yang menceritakan bahwa Malaikat pencabut nyawa pernah dating kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya, lalu Musa memukulnya sehingga merusak matanya, kemudian Malaikat kembali kepada Allah sehingga dikembalikan lagi matanya. Termasuk diantaranya juga hadits-hadits yang berkaitan tentang tanda-tanda dekatnya hari kiamat seperti keluarnya Dajjal, turunnya Isa bin Maryam untuk membunuhnya, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, keluarnya hewan aneh, terbitnya matahari dari barat dan hadits-hadits shahih lainnya yang shahih”.
Pembahasan kita kali ini adalah tentang hadits turunnya Isa bin Maryam ke dunia di akhir zaman, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai hadits yang tidak terpakai. Kita berharap dengan tulisan agar kiranya dapat menambah keimanan kita dan menghilangkan segala keraguan yang mungkin pernah melekat pada diri kita.
A. TEKS HADITS
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمْ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh pasti akan turun pada kalian Ibnu Maryam sebagai hakim yang adil lalu dia menghancurkan salib, membunuh babi dan membebaskan pajak serta harta begitu melimpah sehingga tak ada seorangpun yang mau menerimanya”.
B. TAKHRIJ HADITS
a. Daftar Nama Sahabat
- Abu Hurairah,
- Abdullah bin Amr,
- Jabir bin Abdillah,
- Nawwas bin Sam’an,
- Abu Umamah al-Bahili,
- Abdullah bin Umar,
- Mujammi’ bin Jariyah,
- Aisyah,
- Hudzaifah bin Asid,
- Utsaman bin Abu ‘Ash,
- Samurah bin Jundub,
- Abu Sa’id al-Khudri,
- Abdullah bin Mas’ud,
- Hudzaifah bin Yaman,
- Anas bin Malik,
- Abdullah bin Mughaffal,
- Safinah,
- Abu Bakrah,
- Auf bin Aus,
- Nafi’ bin ‘Albah,
- Tsauban,
- Kaisan,
- Ibnu Abbas
b. Daftar Nama Periwayat Hadits
Hampir tidak ada penyusun kitab hadits kecuali mencatat
hadits tentang turunnya Isa bin Maryam di akhir zaman. Di antaranya
adalah:
- Imam Bukhari,
- Muslim,
- Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya,
- Abu Dawud,
- Tirmidzi,
- An-Nasai,
- Ibnu Majah,
- Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid,
- Ibnu Hibban dalam Shahihnya,
- al-Hakim dalam al-Mustadrak,
- Abu Awanah dalam al-Mustakhraj,
- al-Isma’ili dalam al-Mustakhraj,
- adh-Dhiya’ al-Maqdisi dalam al-Mukhtarah,
- ath-Thayyalisi dalam Musnadnya,
- Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya,
- Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf,
- Abu Ya’la dalam Musnadnya,
- al-Bazzar dalam Musnadnya,
- ad-Dailami dalam Musnadnya,
- ath-Thabrani dalam Mu’jam Kabir dan al-Ausath,
- al-Ajurri dalam asy-Syari’ah,
- al-Baghawi dalam Syarh Sunnah,
- Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahad wal Matsani,
- al-Ashbahani,
- Ibnu Mardawaih,
- Abdu bin Humaid dalam al-Muntakhab,
- al-Baihaqi dalam Sunan Kubra, Asma’ wa Sifat, dan al-Ba’ts wa Nusyur,
- Ibnu Asakair dalam Tarikh Dimsyaq,
- ath-Thahawi,
- Said bin Manshur,
- Abu Nu’aim dalam al-Hilyah,
- ad-Daruquthni,
- al-Khathib al-Baghdadi,
- Ibnu Hazm dalam al-Muhalla,
- Ibnu Mandah dalam al-Iman,
- Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Fitan,
- Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf,
- Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan,
- Ibnu Jarir dalam Tafsirnya,
- Ibnu Adi dalam al-Kamil,
- Ibnu A’rabi dalam Mu’jamnya dan lain sebagainya banyak sekali.
c. Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits tentang turunnya Isa bin
Maryam, maka para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya
mencapai derajat mutawatir, diantaranya adalah:
- Imam At-Thabari dalam Jami’ul Bayan 3/291,
- Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/566,
- asy-Syaukani dalam risalahnya “At-Taudhih”,
- Shiddiq Hasan Khon dalam Al-Idha’ah hal. 160,
- Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147,
- Syaraful Haq Azhim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/307,
- Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarhul Musnad 7/98-99 dan 8/20,
- Syaikh Al-Albani dalam Ta’liq Syarah Aqidah Thohawiyyah hal. 501,
- Asy-Syanqithi dalam Adhwaul Bayan 7/128, 130, 136,
- Komisi Fatwa Saudi Arabia yang diketuai Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Fatawa Lajnah Daimah 3/307,
- Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 1/453,
- Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kisymiri dalam kitabnya At-Tashrih bima Tawatara fi Nuzuli Masih,
- Syaikh Abdullah al-Ghumari dalam Aqidah Ahli Islam fi Nuzuli Isa Alaihi Salam hal. 5,
- Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam Rudud Ahli Ilmu hal. 25 dan lain sebagainya.
Abu Ubaidah -semoga Allah memberkahinya- bekata:
Demikianlah ketegasan para peneliti hadits. Apabila
hadits tentang turunnya Isa bin Maryam tidak mutawatir, maka tidak ada
contoh hadits mutawatir di dunia hadits selama-lamanya!!.
d. Para Ulama Yang Menshahihkan
Disamping para ulama yang menegaskan haditsnya mutawatir akan
saya sebutkan pula beberapa ulama yang menegaskan keabsahan haditsnya
dengan kata-kata yang indah dan mantap sekalipun tidak secara tegas
menetapkan mutawatir. Diantaranya:
- Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid 5/440: “Dan dalil tentang kebenaran pendapat ini (masih hidupnya Isa sekarang) adalah hadits-hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Isa akan turun, membunuh Dajjal, menunaikan haji yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang tiada cacat padanya”.
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa 4/329: “Adapun Al-Masih (Isa), dia pasti akan turun ke bumi di atas menara putih sebelah timur Damaskus untuk membunuh Dajjal, menghancurkan salib dan membunuh babi sebagaimana telah tetap dalam hadits-hadits yang shahih. Oleh karenanya, beliau berada di langit kedua padahal beliau lebih utama daripada Yusuf, Idris dan Harun karena memang dia mau turun ke bumi sebelum tiba hari kiamat, berbeda halnya dengan para nabi lainnya”.
- Al-Hafizh Al-Hatsami berkata dalam Bahrul Fawaid: “Tentang turunnya Isa telah shahih dari sejumlah hadits yang banyak sekali. Diriwayatkan oleh para imam yang terpercaya dan tidak ada yang menolaknya kecuali orang yang sombong dan penyimpang”.
e. Kesepakatan Ulama
Berdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka
seluruh ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir
zaman merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim.
Tidak ada yang mengingkarinya kecuali para ahli filsafat dan penyimpang
agama yang sesat, menyesatkan dan menyelisihi Al-Qur’an, hadits dan
kesepakatan ahli sunnah”. Demikian ditegaskan oleh As-Saffarini dalam
Lawami’ Anwar 2/94-95 dan Syaikh Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul
Ma’bud 11/312.
f. Beberapa Kitab Khusus Berkaitan Turunnya Isa bin Maryam
Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus.
Diantaranya:
- Imam Jalaluddin Ash-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul “Nuzul Isa bin Maryam Akhir Zaman”. Buku ini telah dicetak Darul Kutub Ilmiyyah, Bairut dengan editor Muhammad Abdul Qadir Atha. Dalam kitab ini, beliau menyebutkan beberapa hadits. Pada hal. 22, beliau menegaskan bahwa turunnya Isa bin Maryam dengan menegakkan hukum Islam didukung oleh hadits-hadits yang shahih dan kesepakatan ulama. Pada hal. 53-54, beliau membantah syubhat dan takwil sebagian kalangan seraya menegaskan bahwa pengingkaran turunnya Isa merupakan bentuk kekufuran. Pada hal. 56, beliau menceritakan bahwa ada sebagian orang yang mengingakari bahwa Isa shalat shubuh di belakang Al-Mahdi, bahkan mengarang tulisan khusus tentangnya. Imam Suyuthi membantahnya: “Ini sangat lucu sekali, karena shalatnya Isa di belakang Mahdi ditegaskan dalam hadits-hadits yang shahih (lalu memaparkannya)”.
- Al-Hafizh Asy-Syaukani dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”. Dalam buku ini, beliau memaparkan sebanyak dua puluh sembilan hadits, kemudian beliau memaparkan dan menyimpulkan: “Seluruh hadits yang saya paparkan di atas mencapai derajat mutawatir sebagaimana tidak samar lagi bagi para peneliti (ilmu hadits)”.
- Syaikh Muhammad Anwar Al-Kisymiri Al-Hindi (Wafat Th. 1352 H) dalam bukunya yang berjudul “At-Tashrih Bimaa Tawatara fi Nuzul Al-Masih”. Buku ini telah tercetak dengan editor Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Dalam bukunya ini, beliau mengumpulkan hadits-hadits tentang turunnya Isa sehingga mencapai sebanyak tujuh puluh hadits lebih.
- Syaikh Abul Fadhl Abdullah Muhammad As-Shiddiq Al-Ghumari menulis sebuah risalah berjudul “Aqidah Ahli Islam fi Nuzul Isa Alaihi Salam”. Buku ini telah dicetak dan diterbitkan Maktabah Al-Qahirah. Dalam kitab ini, dia menyebutkan para sahabat yang meriwayatkan hadits turunnya Isa bin Maryam sehingga mencapai lebih dari dua puluh lima sahabat dari tiga puluh lebih tabi’in. Pada hal. 5 dia menegaskan: “Tidak ada secuil keraguanpun tentang mutawatirnya hadits tentang turunnya Isa bin Maryam. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang jahil dan dungu seperti kelompok Al-Qodiyaniyyah (Baca: Ahmadiyyah -pent) dan orang-orang yang sealiran dengan mereka, sebab telah dinukil dari jalan yang begitu banyak sekali sehingga tetap dalam kitab-kitab hadits secara mutawatir dari generasi ke generasi selanjutnya”.
Pada hal. 12 dia menegaskan: “Sungguh telah shahih
keyakinan tentang turunnya Isa dari sejumlah sahabat, tabi’in, tabi’
tabi’in, para imam dan seluruh ulama dari berbagai madzhab sepanjang
masa hingga hari ini”.
- Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam risalahnya yang berjudul “Qisshah Al-Masih Dajjal wa Nuzul Isa…” Dalam kitab ini, beliau memaparkan hadits-hadits tentang keluarnya Dajjal dan turunnya Isa dari empat puluh sahabat. Pada hal. 24-25 beliau mengatakan: “Cukuplah akan hal itu kesepakatan para ulama pakar ahli hadits tentang mutawatirnya hadits Dajjal dan turunnya Isa dari langit seperti Al-Hafizh Ibnu Katsir[8], Ibnu Hajar[9] dan selainnya, bahkan Imam As-Syaukani menulis sebuah risalah khusus berjudul “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
C. SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sementara sebagian kalangan menghujat hadits-hadits tersebut
hanya bertelakan pada berbagai alasan yang sangat kropos sekali.
Diantaranya:
- Syaikh Mahmud Syaltut[10] berpendapat bahwa hadits-hadits yang meriwayatkan tentang turunnya Nabi Isa mudhtharib (goncang). Dan juga hadits-hadits tersebut derajatnya Ahad, sedang masalah aqidah ditetapkan berdasarkan nash qath’I seperti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir[11].
- Prof. KH. Hasbullah Bakri, SH. Dalam bukunya “Nabi Isa dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad dalam Biybel. Diantara pendapatnya ialah: Hadits Bukhari dari Abu Hurairah tentang akan turunnya Nabi, walaupun dinyatakan shahih tetapi bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat. Tambahan lagi hadits ini bersumber dari Abu Hurairah yang kecerdasannya kurang tinggi sedang isinya mengandung persoalan historis yang tinggi.
- Dr. Quraish Shihab mengatakan bahwa ada ulama yang menyatakan “Isa as masih hidup di langit” bukanlah suatu kewajiban untuk mempercayainya. Serta beberapa hadits yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al-Masih dan akan turun kelak menjelang kiamat. Hadits-hadits tersebut kesemuanya bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al-Akhbar dan Wahb bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya). Dengan demikian pengertian QS. 3:55 di atas bukan dalam arti diangkat fisiknya tapi diangkat derajatnya ke sisi Allah swt[12].[13]
- Syaikh Muhammad Abduh berkata: “Hadits tersebut hanyalah ahad dan berkaitan dengan masalah aqidah karena menunjukkan perkara-perkara ghaib. Sedangkan masalah aqidah tidak boleh diambil kecuali yang bersifat qath’iy (pasti) sebab dituntut sesuatu yang menyakinkan. Dan tidak ada dalam masalah ini hadits yang mutawatir”. Dia juga memaparkan pendapat para ulama seputar turunnya Isa Al-Masih lalu memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa Isa tidak turun dan dia mentakwil ayat seraya berkata: “Makna رَافِعُكَ yaitu terangkatnya ruh setelah kematiannya, sedangkan arti turunnya ke bumi yaitu tersebarnya perdamaian dan toleransi diantara manusia”.[14]
- Hasan Abdullah At-Turabi mengingkari turunnya Isa di akhir zaman. Tatkala ditanya: Bagaimana anda berani mengingkari hadits mutawatir? Jawabnya: “Saya tidak membicarakan hadits dari segi sanadnya tetapi menurut saya hadits itu bertentangan dengan akal, sedangkan apabila dalil bertentangan akal, maka akal harus lebih didahulukan”. [15]
Dari komentar di atas dapat ditarik kesimpulan syubhat mereka pada dua point:
Pertama: Kritik dari segi sanad yaitu:
- Sahabat Abu Hurairah
- Hanya bermuara pada Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih
- Haditsnya mudhtharib (goncang)
- Haditsnya Ahad
Kedua: Dari segi matan yaitu:
- Ta’wil arti turun
- Bertentangan dengan akal
- Kontradiksi dengan Al-Qur’an
D. MENJAWAB SYUBHAT
Sebelum menjawab syubhat para pengingkar tersebut
satu-persatu, penulis mengajak saudara pembaca untuk berpikir dengan
otak jernih:
“Mungkinkah para pengkritik tersebut dalam kebenaran
sedang mereka sendiri berselisih tentang alasannya?” Ketahuilah wahai
saudaraku bahwa perselisihan mereka itu saja sudah cukup menunjukkan
kroposnya hujjah mereka. Sadarkah para pengingkar tersebut bahwa
kelakuan mereka itu pada hakekatanya adalah mencela Nabi, para sahabat,
para imam ahli hadits yang berjerih payah merekam hadits tersebut?
Pikirkanlah baik-baik!!
Baiklah, sekarang dengan memohon pertolongan dari Allah mari kita jawab alasan mereka satu-persatu walaupun secara ringkas.
Pertama: Abu Hurairah, sahabat bermasalah.
Jawab: Alasan ini sangat rapuh sekali dan amat berbahaya bagi pelontarnya sendiri
ditinjau dari beberapa segi:
Mencela sahabat termasuk perbuatan dosa besar dan
kemunafikan yang tak samar lagi berdasarkan kesepakatan ulama. Syaikh
Bakr bin Abdullah Abu Zaid mengatakan: “Seluruh pemeluk agama Islam
bersepakat bahwa mencela salah satu sahabat merupakan bentuk kemunafikan
yang nyata…”.
Kalau memang kalian tidak mau menerima riwayat Abu Hurairah
karena dia bermasalah, lantas apakah para sahabat lainnya yang begitu
banyak seperti Abdullah bin Umar, Nawwas bin Sam’an … juga bermasalah?
Jawablah hai orang yang dikaruniai akal!!! Bila riwayat
mereka masih tetap tidak dipercayai juga, maka saya ucapkan selamat
tinggal dari dunia!! Karena pada hakekatnya anda telah menghancurkan
pondasi-pondasi agama, menghina Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, syari’at Islam, para ulama dan seluruh kaum muslimin semuanya?
Apakah anda menyadarinya?
Kedua: Haditsnya bermuara pada Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih
Jawab:
Ucapan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan
pelontarnya tentang ilmu hadits. Karena anda tahu sendiri bahwa hadits
ini diriwayatkan oleh begitu banyak para sahabat Nabi. Kami tidak
mengerti, apakah ucapan tersebut didasari kebodohan ataukah penyesatan
ataukah kedua-duanya?!!
Perlu diketahui bahwa riwayat Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin
Munabbih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit sekali.
Dan hukum riwayat keduanya dalam ilmu musthalah hadits disebut “Mursal”
karena keduanya tidak berjumpa dengan Nabi, sedangkan hadits mursal
bukanlah hujjah. Adapun riwayat keduanya dari sahabat dan tabi’in, maka
para ulama mengoreksinya seperti riwayat para tabi’in lainnya. [18]
Ucapan
Dr. Quraish Shihab ini telah didahului sebelumnya oleh Syaikh Mahmud
Syaltut dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah ar-Risalah.
Syaikh al-Albani berkata: “Saya telah meneliti
hadits-hadits tentang turunnya Isa dari sumber aslinya (kitab-kitab
hadits) seperti kutub sittah dan lain sebagainya sehingga saya dapat
mengumpulkan banyak hadits dari beberapa jalur yang mutawatir lebih dari
empat puluh sahabat. Saya sangat terkejut sekali ketika saya tidak
menemukan nama Wahb bin Munabbih dan Ka’ab al-Ahbar pada jalur
sanad-sanad tersebut sekalipun dalam hadits yang lemah sanadnya. Saya
lalu berkeyakinan bahwa Syaikh Syaltut hanya menulis sesuai dengan apa
yang terlintas dalam benaknya saja tanpa meneliti kitab-kitab hadits.
Lalu saya menulis sebuah risalah terpisah untuk mencounter fatwanya itu
tetapi…”
Ketiga: Haditsnya “Mudhtarib”
Jawab:
Hadits “Mudhtarib” itu adalah hadits yang
diriwayatkan dari seorang rawi atau beberapa rawi yang banyak dengan
berbagai macam redaksi yang berbeda, sama-sama kuat dan tidak mungkin
untuk dikompromikan atau dikuatkan salah satunya. Perbedaan tersebut
menunjukkan tidak kuatnya hafalan rawi padahal itu adalah syarat sahnya
suatu hadits. Sekalipun bisa terjadi pada matan (isi) hadits, namun yang
paling banyak adalah pada sanad hadits.
Setelah anda memahami defenisi hadits mudhtarib, maka
katakanlah padaku: Apakah hadits pembahasan kita termasuk kategori
mudhtarib?! Adakah hadits shahih lain yang menyelisihnya?! Ahli hadits
mana yang mengatakannya termasuk “mudhtarib”?! Dengan demikian maka
dapatlah kita ketahui bahwa hadits turunnya Isa tidaklah termasuk
mudhtarib (goncang) tetapi yang mudhtarib adalah pemikiran pelontarnya
sendiri yang jauh dari ilmu hadits.
Keempat: Haditsnya “Ahad”
Hadits ahad hanya bersifat zhan (prasangka), tidak qath’i (pasti),
sedangkan masalah aqidah harus bersifat pasti.
Jawab:
- Kalian setuju dan bersepakat dengan kami bahwa hadits mutawatir menunjukkan qath’I (sesuatu yang menyakinkan). Lantas, siapakah yang paling berhak menetapkan hadits ini ahad, sedang hadits itu mutawatir? Tentunya ahli hadits. Sekarang kita ketahui bersama bahwa ahli hadits telah menetapkan hadits tersebut berderajat mutawatir. Lantas kenapa kalian masih bersikukuh menetapkannya berderajat ahad?! Kenapa kalian tidak percaya kepada penelitian ahli hadits dan lebih percaya kepada orang yang bukan ahli dalam bidangnya?!!! Supaya lebih memantapkan saudara pembaca, berikut saya nukilkan perkataan berharga seorang pakar ilmu hadits abad ini, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam Ta’liq Syarh Aqidah Thohawiyyah hal. 501: وَاعْلَمْ أَنَّ أَحَادِيْثَ الدَّجَّالِ وَنُزُوْلِ عِيْسَى q مُتَوَاتِرَةٌ يَجِبُ الإِيْمَانُ بِهَا وَلاَ تَغْتَرَّ بِمَنْ يَدَّعِيْ فِيْهَا أَنَّهَا أَحَادِيْثُ آحَادٌ فَإِنَّهُمْ جُهَّالٌ بِهَذَا الْعِلْمِ وَلَيْسَ فِيْهِمْ مَنْ تَتَبَّع طُرُقَهَا وَلَوْ فَعَلَ لَوَجَدَهَا مُتَوَاتِرَةً كَمَا شَهِدَ بِذَلِكَ أَئِمَّةُ هَذَا الْعِلْمِ كَالْحَافِظِ ابْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ. وَمِنَ الْمُؤْسِفِ حَقًّا أَنْ يَتَجَرَّأَ الْبَعْضُ عَلَى الْكَلاَمِ فِيْمَا لَيْسَ مِنْ اخْتِصَاصِهِمْ, لاَ سِيَّمَا وَالأَمْرُ دِيْنٌ وَعَقِيْدَةٌ. Ketahuilah bahwa hadits-hadits tentang Dajjal dan turunnya Isa bin Maryam telah mencapai derajat mutawatir yang wajib diimani. Janganlah anda tertipu dengan anggapan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa haditsnya hanyalah ahad sebab mereka adalah manusia yang jahil tentang ilmu hadits. Tak ada dari kalangan mereka yang mau menelitinya. Seandainya mereka benar-benar mau menelitinya, niscaya mereka akan mendapatinya mutawatir sebagaimana ditegaskan oleh para pakar ilmu hadits seperti Ibnu Hajar dan lainnya. Sungguh amat disayangkan ketika sebagian manusia lancang berbicara tentang sesuatu yang bukan bidangnya. Lebih-lebih masalah ini berkaitan tentang aqidah dan agama.
- Ketahuilah bahwa sekalipun para ulama ahli hadits berbeda pendapat tentang hadits ahad apakah menunjukkan zhan atau qath’i, tetapi mereka tidak berselisih pendapat tentang hujjahnya hadits ahad. Janganlah anda tertipu oleh bualan dan filsafat sebagian kalangan yang mengoceh dan mengecoh umat dengan perselisihan ulama tentang; apakah hadits ahad menunjukkan dhan atau qath’i. Jadi, taruhlah haditsnya memang berderajat ahad, apakah berarti kita membuangnya begitu saja? Tak ada satupun ulama ahli hadits yang bertindak demikian, itu hanyalah pemahaman aneh dan filsafat kotor yang diusung dari pemikiran Mu’tazilah dan ahli kalam (filsafat). Camkanlah hal ini baik-baik pada hati kita!.
- Pendapat para ulama ahli hadits yang lebih kuat bahwa tidak seluruh hadits ahad menunjukkan dhan, tetapi kadang-kadang bisa menunjukkan qath’i (pasti) apabila ada indikasi penguatnya seperti riwayat Bukhari Muslim, hadits masyhur yang banyak jalannya dan lain sebagainya[21].Bila kita teliti hadits pembahasan kita, niscaya akan kita dapati bahwa dia menunjukkan sesuatu yang qath’i karena memiliki qarinah-qarinah tersebut. Hal Itu kalau kita menganggap haditsnya hanya ahad, apalagi telah terbukti haditsnya berderajat mutawatir. Wallahu A’lam.
Kelima: Ta’wil Arti Turun
Jawab:
Kalau kita tilik dan cermati beberapa hadits
tentang turunnya Isa secara tenang, pasti akan kita rasakan bahwa
ta’wil seperti itu sangat kaku dan lucu. Perhatikanlah hadits
lafadz-lafadz haditsnya secara jernih seperti “lalu dia menghancurkan
salib, membunuh babi dan membebaskan pajak”. “Isa bin Maryam shalat di
belakang imam Al-Mahdi”.
Isa bin Maryam turun di menara putih sebelah
timur Damaskus, memakai pakaian yang harum sambil meletakkan kedua
lengan tangannya pada sayap dua malaikat, rambutnya meneteskan air, bila
dia mengangkat kepala, maka air berkilau seperti berlian.
Orang yang mencium baunya, pasti akan mati seketika dan
baunya sejauh dia memandang. Hingga Isa mencari Dajjal dan ketemu di
pintu Luddin (sebuah kota dekat Baitul Maqdis) dan membunuhnya”.
“Isa menunaikan ibadah haji/ umrah”.
“Isa kemudian wafat dan dishalati kaum muslimin”
Sungguh alangkah bagusnya ucapan Samahatus Syaikh Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz rahimahullah tatkala membantah ta’wil ini:
“Merupakan kebatilan yang sangat keji dan kelancangan yang sangat
kelewatan batas terhadap Allah dan rasul-Nya adalah ta’wil sebagian
kalangan tidak seperti dhahirnya. Sebab dia telah mengumpulkan dua
bencana:
- Pertama: Mendustakan dan tidak mengimani dalil-dalil yang tegas tentang turunnya Isa.
- Kedua: Menuduh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mengerti syari’at dan ahli penasehat sebagai orang yang berbicara ngacau dan rancu, maksud ucapannya tidak seperti dia sabdakan secara dhahir.
Ajaibnya, takwil seperti ini juga digugat oleh Syaikh Dr.
Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya yang berjudul Kaifa Nata’amal Ma’a
As-Sunnah An-Nabawiyyah hal. 169-170.
Keenam: Bertentangan Dengan Akal
Jawab:
- Katakanlah padaku: Semudah itukah kalian mementahkan hadits Nabi? Bila sesuai dengan akal kalian, baru diterima dan bila tidak sesuai akal kalian, maka ditolak begitu saja?! Seperti inikah sifat orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah? Ataukah ini adalah ciri bala tentara Iblis yang dicontohkan oleh nenek moyang mereka tatkala memprotes perintah Allah dengan akalnya:
- قَالَ مَامَنَعَكَ أَلاَّتَسْجُدَ إِذْأَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاخَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
- Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: “Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raf: 12).
Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan
padaku: “Mengapa Allah mewajibkan shalat shubuh sebanyak dua rakaat,
maghrib tiga raka’at, sedangkan dhuhur, ashar dan isya empat rakaat?”
Kenapa bacaan shalat dhuhur dan ashar lirih, sedangkan shubuh, maghrib
dan isya dikeraskan?! Jawablah!!
Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan padaku
juga: “Akal siapakah yang menjadi standar dan patokan?” Apakah akal
para ulama ataukah sembarangan orang?! Alangkah bagusnya ucapan Al-Qadhi
Iyadh:
“Turunnya Isa dan pembunuhannya terhadap Dajjal
merupakan kebenaran menurut ahli sunnah wal Jama’ah berdasarkan
hadits-hadits shahih tentang masalah tersebut. Tidak ada dalil akal
maupun naql yang memustahilkannya. Oleh karenanya, maka aqidah ini wajib
diimani. Adapun Mu’tazilah, Jahmiyyah, cs mengingkari aqidah ini…”.
Ucapan in dinukil dan disetujui oleh Imam Nawawi
Ketujuh: Kontradiksi Dengan Al-Qur’an
Jawab:
Metode menubrukkan Al-Qur’an dengan hadits shahih merupakan
ciri khas ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu semenjak dahulu hingga
sekarang, karena hadits shahih diturunkan bukan untuk menentang
Al-Qur’an, tetapi untuk menafsirkan dan menjelaskannya sebagaimana
firman Allah:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44).
Kemudian katakanlah padaku:
Siapakah orang yang paling faham tentang tafsir Al-Qur’an?!!
Bukankah mereka adalah Nabi, para sahabat, serta para ulama Islam?!!
Benar. Tetapi anehnya, kenapa mereka tidak mempersoalkannya?! Apakah
anda lebih pandai daripada mereka?!!
Al-Qur’an sendiri telah menjelaskan tentang turunnya Isa bin Maryam kelak di akhir zaman:
1. Firman Allah:
وَإِن مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّلَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman
kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu
akan menjadi saksi terhadap mereka. (QS. An-Nisa’: 159).
Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Abbas, penafsir ulung mengatakan: “Yakni sebelum kematian Isa bin Maryam”.
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga berkata:
“Yakni sebelum kematian Isa. Demi Allah, Isa sekarang
masih hidup di sisi Allah, tetapi apabila dia turun, maka mereka akan
beriman semua”.
Tafsir ini dikuatkan oleh mayoritas ulama seperti Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan sebagainya.
Firman Allah:
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِّلسَّاعَةِ فَلاَ تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ هَذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
Benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.
Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku.
Inilah jalan yang lurus. (QS. Az-Zukhruf: 61).
Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Abbas mengatakan tentang
ayat yang mulia ini: “Maksudnya adalah keluarnya Isa bin Maryam sebelum
hari kiamat tiba”.
Al-Hafizh Ibnu Katsir juga berkata dalam
Tafsirnya 7/222: “Pendapat yang benar bahwa dhamir tersebut kembali pada
Isa karena konteks kalimatnya berkaitan tentang beliau”.
Adapun
alasan sebagian kalangan bahwa Isa sekarang telah wafat berdasarkan
dalil surat Ali-Imran: 155, maka jawabannya cukup panjang, tetapi
cukuplah saya mengatakan: “Siapakah pendahulu anda dalam faham ini?!
Bukankah mereka adalah kaum Yahudi yang didustakan oleh Allah?!! Demi
Allah, benar sekali. Oleh karena itu, para pemikir komtemporer yang
mengingkari turunnya Isa dan menyakini wafatnya beliau sekarang, pada
hakekatnya da adalah cucu pewaris Yahudi.
E. Kesimpulan dan Penutup
Sebagai kata kesimpulan, Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menegaskan:
“Turunnya Isa telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an,
hadits mutawatir dan ijma ulama Islam sehingga mereka selalu menyebutnya
dalam kitab-kitab aqidah. Barangsiapa yang mengingkarinya dengan alasan
haditsnya “Ahad” tidak menunjukkan qath’i atau menta’wil bahwa maksud
sebenarnya adalah manusia pada akhir zaman berpegang teguh dengan akhlak
Isa Al-Masih berupa kasih sayang dan lemah lembut atau manusia
menerapkan ruh syari’at dan intinya, maka semuaa itu adalah kebatilan
nyata yang bertentangan dengan aqidah para imam kaum muslimin, bahkan
nyata-nyata merupakan bentuk penentangan nash-nash shahih dan mutawatir,
kejahatan terhadap syari’at yang mulia, kelancangan sangat terhadap
Islam dan hadits Nabi, menuhankan hawa nafsu, keluar dari rel kebenaran
dan petunjuk, orang tersebut tidak memiliki ilmu mapan tentang syari’at
dan keimanan yang kuat serta pengagungan terhadap dalil dan hukum
Islam”.
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, abiubaidah.com
- Lum’atul I’tiqad101-104 -Syarh Ibnu Utsaimin-.
- HR. Bukhari no. 2222 dan Muslim no. 242.
- Lihat Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa al-Albani hal. 25- 28
- Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar 6/492.
- Dinukil oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qadir 5/573. (Lihat pula Al-Manarul Munif hal. 148 oleh Ibnu Qayyim dan Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 4/64 oleh Al-Qurthubi.
- Penulis belum mendapatinya sendiri, tetapi risalah ini banyak dinukil oleh para ulama seperti Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 145-146, Shiddiq Hasan Khon dalam Al-Idha’ah hal. 113, Al-Adhim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/308 dan Syaikh Al-Albani dalam Qhisshah Dajjal wa Nuzul Isa hal. 25 dan lain sebagainya.
- Dinukil dari kitab “Asyraat As-Saa’ah” hal. 351 oleh Syaikh Yusuf bin Abdullah Al-Wabil cet. Dar Ibnul Jauzi.
- An-Nihayah Ibnu Katsir 1/148.
- Barangkali yang beliau maksud adalah keterangan Al-Hafizh dalam Fathul Bari 6/493-494 menukil ucapan Abul Hasan Al-Aburri dalam Manaqib Syafi’i: “Telah mutawatir hadits-hadits yang menerangkan bahwa Al-Mahdi termasuk kalangan umat ini dan Isa shalat (bermakmum) di belakangnya”.
- Terlepas apakah beliau telah kembali meralat ucapannya ini ataukah tidak, namun yang terpenting bagi kita adalah mengingatkan umat dari kesalahan pendapat beliau yang termuat dalam al-Fatawa. Kami katakana hal ini, sebab dalam risalahnya al-Bid’ah Asbabbuha wa Madharuha hal. 30 beliau menguatkan hadits-hadits tentang turunnya Isa. Diperkuat lagi oleh apa yang diceritakan DR. al-Buthi dalam kitabnya Kubra Yaqiniyyat al-Kauniyyah hal. 269: “Sebagian para ulama Azhar yang dekat dengan Syaikh Syaltut meriwayatkan bahwa beliau di akhir kehidupannya, di saat beliau terkena penyakit stroke di rumahnya, dia membakar semua kertas dan kitab yang berisi pendapat-pendapatnya yang ganjil, khususnya masalah turunnya Isa bin Maryam, dan beliau bersaksi di hadapan mereka bahwa beliau telah bertaubat kepada Allah dari keyakinan tersebut dan kembali memeluk aqidah mayoritas kaum muslimin Ahli Sunnah wal Jama’ah”. (Dinukil dari muqaddimah Syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam al-Fatawa al-Muhimmat karya Syaikh Mahmud Syaltut hal. 13-15). Para ulama telah membantah pendapat Syaikh Syaltut tentang pengingkarannya terhadap turunnya Isa, seperti Syaikh Humud at-Tuwaijiri dalama Ithaf Jama’ah 3/128-136, Syaikh al-Albani dalam Muqaddimah Qishshatul Masih, dll. Dan Syaikh Al-Allamah Abdullah bin Ali bin Yabis memiliki sebuah kitab berjudul menarik “I’lamul Anam mi Mukhalafah Syaikh Azhar Syaltut lil Islam”. (Pemberitahuan kepada manusia tentang penyimpangan Syaikh Syaltut terhadap Islam).
- Al-Fatawa hal. 61-62).
- Republika, 18 Nopember 1994 hal. 10. Dikutip dari “Kenaikan dan Kebangkitan Isa as dalam Bybel dan Al-Qur’an” hal. 14 oleh Hj. Irene Handono. (Majalah Al-Muslimun 398 Mei 2003 hal. 22-23).
- Al-A’mal Al-Kamilah 5/37-38 dan lihat Tafsir Al-Manar 3/316-317. Syaikh Khalil al-Harras memiliki risalah bantahan khusus kepada Syaikh Rasyid Ridha dalam masalah ini berjudul “Fashlul Maqal fi Raf’I Isa Alaihi Salam Hayyan wa fii Nuzulihi wa Qathlihi Dajjal”.
- Dinukil dari Dirasat fi Sirah Nabawiyyah hal. 308 oleh Syaikh Muhammad Surur Zainal Abidin.
- Lihat kembali pembahasan “Hadits Lalat antara Ahli Hadits dan Ahli Medis” dalam buku ini Tashnif An-Nas baina Dhanni wal Yaqin hal. 26
- Al-Anwar Al-Kasyifah Syaikh Abdur Rahman al-Mu’allimi hal. 98.
- Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa hal. 24
- Lihat Tadrib Rawi 1/262 oleh Imam As-Suyuthi.
- Lihat Ma’rifah Ulum Hadits Ibnu Sholah hal. 29, Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 18/22-49, Al-Baits Hatsits Ibnu Katsir 1/125-128 dan Nuzhah Nadhar Ibnu Hajar hal. 74.
- HR. Muslim 247.
- HR. Muslim 2137.
- HR. Muslim 1252.
- HR. Ahmad 2/406, Abu Dawud 11/456 dan dishahihkan Ibnu Hajar 6/493.
- Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/455 cet. Dar Al-Wathn.
- Ikmal Mu’lim bi Fawaid Muslim 8/492
- Syarh Shahih Muslim 18/383. Perlu diketahui bersama bahwa Imam Nawawi termasuk seorang ulama yang menguatkan bahwa hadits ahad menunjukkan zhan secara mutlak baik riwayat Bukhari Muslim maupun selainnya sebagaimana dalam A-Taqrib hal. 40 dan Syarah Shahih Muslim 1/26. Tetapi lihatlah wahai saudaraku bagaimana beliau tetap berhujjah dengan hadits ini. Maka camkanlah hal ini baik-baik agar anda tidak tertipu oleh filsafat yang dungu. Wallahu A’lam.
- Riwayat Ibnu Jarir 6/18 dan dishahihkan Ibnu Katsir dalam An-Nihayah 1/131 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/492.
- Lihat Tafsir At-Thabari 6/21, Tafsir Ibnu Katsir 2/415 dan Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/129-130.
- Dikeluarkan Imam Ahmad 4/329 dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir.
- Lihat pula Tafsir At-Thabari 25/90-91, Tafsir Al-Qurthubi 16/105 dan Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/128).
- Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/454.



Post a Comment
Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.